Jerat.id//KEDIRi-Adanya Fasilitas Kesehatan Yang diduga menolak membawa masyarakat yang jadi korban Pembacokan membuat geram LSM Gerak Indonesia.
LSM Gerak Adalah LSM yang cukup getol memperjuangkan kepentingan masyarakat Di Indonesia.
Rendy Zulfikar SH Kepala Bidang Advokasi Gerak Indonesia mengatakanFasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Karena ambulans adalah sebuah kendaraan yang telah dilengkapi peralatan medis untuk mengangkut orang sakit atau korban kecelakaan, maka ambulans juga merupakan alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan.
Sehingga, berdasarkan ketentuan di atas dapat diartikan bahwa ambulans juga termasuk fasilitas pelayanan kesehatan.
Rendy Menegaskan, ketentuan Pasal 32 Ayat (1) dan (2) UU Kesehatan menjelaskan:
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka akan tetapi sangat kami sayangkan adanya fasilitas kesehatan yang diduga menolak menangani pasien yang dalam keadaan kritis karena pembacokan.
Rendy menambahkan berdasarkan ketentuan di atas, ambulans, yang merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan, dalam keadaan darurat wajib memberikan pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa.
Atas pelanggaran terhadap kewajiban tersebut, maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 190 ayat (1) dan (2) UU Kesehatan:
Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) atau Pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Selain sanksi berdasarkan UU Kesehatan, terdapat sanksi pidana lain bagi sopir ambulans yang meninggalkan orang lain saat membutuhkan pertolongan, yang diatur dalam Pasal 531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”).
Dalam waktu dekat kami akan melayangkan surat cinta ke Dinas Kesehatan agar Kepala Dinas Kesehatan Mencabut ijin Klinik diwilayah kandat yang diduga tak memberikan pertolongan pertama ke pasien Korban Pembacokan.
Barang siapa ketika menyaksikan bahwa ada orang yang sedang menghadapi maut tidak memberi pertolongan yang dapat diberikan padanya tanpa selayaknya menimbulkan bahaya bagi dirinya atau orang lain adanya sanksi pidananya.
Ini fasilitas kesehatan lho, informasi masih yang kami itu adalah korban pembacokan akan tetapi sesampainya diklinik tak segera ditangani untuk memberikan rujukan kerumah sakit yang lebih berkompeten dengan menggunakan ambulan akhirnya korban dibawa oleh mobil siaga Desa.
Fasilitas kesehatan yang seharusnya untuk memberikan pelayanan yang baik untuk masyarakat akan tetapi klinik tersebut diduga mengesampingkan keadaan Darurat.
Sesuai Perintah Pimpinan Dalam waktu dekat kami akan menggelar aksi Damai Di Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri dan Ijin Operasional Klinik Di Kecamatan Kandat Tersebut harus dicabut Pungkasnya.
(Pewarta)